Seminggu Seru Bersama Filipino di Cavite
Witten by: Paulus Darma Wicaksono (Student of Communication Department)
Sta. Mercedez Ville (SMV)
berlokasi di Pinagsanhan B Maragondon, Provinsi Cavite, Filipina, menjadi
tempat penuh kenangan menjalani Community
Exposure Program (CEP). Seorang warga desa, Ate Ellena menyambut kami
sebagai student exchange asal
Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Indonesia. Ate bersama beberapa staf
Lasallian Communitty Development Center (LCDC), De La Salle University
Dasmarinas (DLSUD) Philippines, sebagai pihak penyelenggara, menjadi host parents kami selama seminggu
menjalani on site.
LCDC merupakan unit yang
berada di bawah College of Liberal Arts and Communication (CLAC) DLSUD. Unit
ini menjalankan tugas community
development untuk memberdayakan masyarakat desa yang dirasa perlu mendapat
fasilitas, baik pelatihan maupun sarana dan prasarana. Ate, sapaan untuk
seorang kakak perempuan di Filipina, berdiri menyambut mini van yang memasuki desa. Hari pertama kaki melangkah di desa
dengan jumlah penduduk 465 rumah tangga dari lima blok, dengan rincian 1100
laki-laki dan 1320 perempuan menjadi momen paling dinanti oleh kami. Tatapan
antusias Ate dan beberapa warga lain yang manaruh perhatian pada empat foreigner yang terdiri dari tiga
laki-laki dan satu perempuan, bak mengekspresikan antusiasme yang sama.
Proses komunikasi dalam immersion dilakukan dengan bahasa
inggris. Seluruh penduduk di Filipina mampu memahami bahasa Inggris namun tidak
banyak yang mampu berbicara secara aktif (terutama di SMV). Ate Ellena langsung
memberikan guide singkat mengenai
desa dalam bahasa Inggris. Sudah lama ia tidak berbicara dalam bahasa inggris,
butuh waktu untuk menyesuaikan diri berbicara dengan kami. Sepanjang penjelasan
mengelilingi desa, bahasa Tagalog (bahasa ibu warga Filipina) sesekali terselip
dalam penjelasan Ate Ellena. “This is a private land who belonged by Maria
Teresa Virata (MTV), they were relocated from Patungan (former place) to Sta.
Mercedez because a commercial business,” jelas wanita yang sudah berkepala dua
ini.
Usai mengelilingi desa
selama kurang lebih 20 menit, kami kembali ke quarter, sebutan untuk tempat bernaung kami selama satu minggu. Dua
kamar dalam satu atap menjadi tempat menyusun laporan mengenai data warga desa
SMV. Waktu menunjukkan pukul 5.30 sore, greeting
yang digunakan ialah magandang hapon
(selamat sore) bagi warga desa. Beberapa kata sambutan, salam, perkenalan diri,
dan percakapan singkat dalam bahasa Tagalog kami pelajari bersama staf DLSUD
dalam satu hari sebelum menuju ke Sta. Mercedez.
Pompa air manual atau
biasa disebut deep-well setinggi
kurang lebih 70 cm menarik perhatian kami, Melai Austria atau akarab disapa Mam
Melai salah satu staf LCDC menjelaskan bahwa aktivitas mengambil air akan
mewarnai keseharian kami. Setiap hari, setiap waktu, dan setiap kali warga desa
membutuhkan air, deep-well menjadi
tempat paling laris di datangi, terutama menjelang matahari terbenam.
Four Students after presenting their report about Senior Citizens and People Welfare |
“Bomba”
the water merupakan istilah warga desa untuk memompa air
melalui tuas besi dengan panjang kurang lebih 45 cm. Setelah mengambil beberapa
ember berisi air, kami bersiap untuk makan malam bersama. Sir Ed sapaan bagi
Eduardo Panulin, mengatakan bahwa warga Filipina sangat senang memasak terutama
saat fiesta atau pesta rakyat. Saat
itu bulan November, atmosfer natal sudah terasa bahkan sejak bulan September.
Negara yang 80% penduduknya memeluk agama Katholik ini memiliki agenda merayakan
fiesta menyambut natal pada bulan
Desember.
Suasana malam itu terasa
sangat akrab, walaupun terbilang sebagai foreigner,
kami merasa tidak ada perbedaan yang mencolok. Misalnya selera humor Filipino
(sebutan warga Filipina) yang selalu membuat kami tak henti-hentinya saling
merespon lawakan yang diberikan Ate Ellena, Sir Ed, dan Mam Melai. Makanan yang
kami nikmati adalah milk fish yang
merupakan hasil tangkapan warga desa dari danau yang terletak beberapa meter dari
tempat kami berada.
Tiga hari sebelum kaki
ini beranjak meninggalkan SMV, aktivitas mengumpulkan data demografi warga desa
dan beberapa senior citizens masih
kami lakukan. “Excuse me, magandang
umaga/magandang tanghali/magandang hapon, we are student exchange from
Indonesia with Lasallian Community, we would like to do an interview with you,”
begitulah cara kami berkomunikasi dengan warga desa. Melalui seorang interpreter yakni Ate Ellena dan staf
LCDC, kami dipermudah dalam bertanya data pribadi warga SMV yang kami butuhkan.
Pengalaman immersion yang memberi
kesan unik, terlepas dari sesama warga asia, banyak persamaan emosional yang
begitu dekat antara warga Indonesia dan Filipino. Berbaur bukan sekedar
memahami budaya asing tapi juga mampu melakukan pendekatan emosional.
Student activities, interviewing, discussing and introducing their project on site |
A student is digging the information to the Senior Citizens |
Learning "Tagalog" (Filipino's mother tongue) and surrounded by kids |
|
Farewell to the host parent and the people of Sta. Mercedez Ville |
Komentar
Posting Komentar